Sebuah Kisah Tentang Kasih Dari Tragedi Semeru

“Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan budinya.”

Foto ilustrasi dari Triwala.co.id

Pidato Djami dari Organisasi Darmo Laksmi pada Kongres Perempuan Indonesia yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 28 Desember 1928, yang sampai saat ini kita peringati sebagai Hari Ibu. 

Beberapa hari ini nama  Rumini menjadi viral di dunia maya. Rumini seorang ibu rumah tangga biasa berusia 28 tahun, namun kasih-sayangnya pada ibunya Salamah yang sudah berusia 70 tahun dan tidak sanggup berjalan lagi membuatnya memilih tinggal bersama ibunya saat Gunung Semeru meletus dan memuntahkan abu vulkanik dan melanda desa Curah Kobokan, Candipuro dimana ia tinggal bersama keluarganya. Suami dan anaknya selamat, sementara ayah dan saudaranya cedera tertimpa bangunan rumah. 

Rumini dan ibunya ditemukan berpelukan di reruntuhan bagian dapur rumah mereka. Kisah heroik Rumini tidak bisa dilepaskan dari peran sang ibu yang melahirkan, membesarkan dan mendidik anaknya. Salamah mungkin hanya perempuan desa, tetapi kasih sayang dan didikannya telah membentuk seorang Rumini, yang mampu mewujudkan keindahan pribadinya. Menjadi termashyur karena pengetahuan budinya dan kasih sayangnya terhadap orang tuanya. Cerita Rumini mengingatkan kembali pada puisi berjudul Iboe, yang disampaikan oleh Djami di atas, semoga menjadi inspirasi bagi para ibu Indonesia. 

Tulisan ini dibuat dalam duka atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Lumajang, yang menjadi korban bencana alam erupsi Gunung Semeru. Dalam doa dan harapan semoga Tuhan menolong dan menguatkan mereka.

Jakarta, 7 Desember 2021 

Pingkan MD 

Baca Juga  Pesona Tenun Ikat NTT
Tags
Lebih banyak

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button
Close